Para Petinggi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya didampingi Uskup Surabaya Mgr Sutikno pada hari Studi APTIK 2016 di Surabaya

Para Petinggi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya didampingi Uskup Surabaya Mgr Sutikno pada hari Studi APTIK 2016 di Surabaya

Surabaya- Otonomi Universitas sewajarnya memiliki kemampuan untuk mengelola dirinya sendiri dalam mencapai misinya. Ini sangat dibutuhkan dalam mendukung dari semua elemen masyarakat ke arah masyarakat yang mahdani. Itulah yang menjadi salah satu pembahasan Hari Studi APTIK 2016 di Surabaya.

Sulistyowati Irianto, selaku salah seorang pembicara Seminar APTIK , menyatakan otonomi Universitas saat ini sangat dibutuhkan dalam membangun bangsa yang maju ke depan. Mengingat tantangan masyarakat Indonesia kedepan semakin beragam.”Usia penduduk di Indonesia hampir sekitar 40 persen banyaknya lulusan SD,sedangkan laporan dari UNDP dan World Bank pada tahun 2050 akan bermunculan banyak orang kaya baru,”

“mereka berasal dari India dan China.dan pada tahun yang sama di indonesia, akan muncul hampir 200 juta penduduk  produktif dari tahun 2020- 2035. mereka adalah generasi yang menanggung generasi yang sebelumnya,”tutur Sulistyowati dalam Seminar Hasil Study APTIK  masyarakat ASEAN pengembangan Perguruan Tinggi(20/10) di Hotel Santika Premiere Gubeng.

Prof Sulistyowati Irianto yang menjadi pembicara dalam Hari Studi APTIK 2016 di Surabaya

Prof Sulistyowati Irianto yang menjadi pembicara dalam Hari Studi APTIK 2016 di Surabaya (Istimewa)

Sulistyowati, mendukung agar Perguruan tinggi itu mampu menjadi perguruan tinggi yang otonomi berdasarkan sesjarah yang berkembang di bumi pertiwi. “Sejarah otonomi Universitas muncul sejak lama mulai dari masa keemasan dari Sriwijaya dimana semua bangsa mempelajari ilmu pengetahuan di Indonesia.dan Indonesia jadi barometer dunia.selain itu juga melalui tinjauan sejarah tersebut, maka Soepomo dan kawan-kawan pada tahun 1951 mengusulkan agar  universitas itu memiliki otonomi sendiri,” imbuh Sulistyowati

Dalam perkembangan zaman saat ini, pemahaman penerapan dari Otonomi seringkali salah,dan akibatnya terjadi kesalahpahaman terjadi di dalam masyarakat.” Universitas yang memiliki otonomi bukan berarti universitas yang berfokus pada kapitalisasi, komersialisasi, ketiadaan hak bagi si miskin untuk kuliah,melainkan Universitas itu memiliki akutanbilitas, transparansi dan partispasi public. Artinya Universitas itu sehat dan seminimal mungkin memperkecil korupsi,”

“Universitas yang dibeayai oleh negara, masyarakat dan koorporasi harus terbuka terhadap pengawasan publik dalam berbagai bentuk,”tambahnya

Selain pemahaman otonomi yang salah, kesalahan tatakelola yang salah dari universitas juga membuat Univeristas tidak dapat berkembang diantaranya keharusan menulis artikel jurnal yang mendukung kenaikan pangkat sebatas amanah administrasi, keharusan memiliki dosen tetap yang berpangkalan di program studi, setiap universitas yang memilik identitas keilmuan yang unik sesuai dengan sejarah demografis, rezim pemerintahan yang menyamaratakan Universitas dengan kantor jawatan pemerintah.

Sebagai solusi, menurut Sulistyani, masyarakat kampus dapat memikirkan hal otonomi dengan kreatif dan dapat menghasilkan tenaga riset yang dapat menegmbangkan penelitian-penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.”Pendidikan yang saat ini harus dikembangkan adalah pendidikan yang berkarakter bukan berkutat pada soal adminstratif  sehingga dapat menghasilkan hal yang sangat luarbiasa bagi keadaban manusia,”tegas Sulistyani.

(Pet)