Suasana tari Maengket dalam ajang HUT ke 42 Matuari Tataaran Koya

Suasana tari Maengket dalam ajang HUT ke 42 Matuari Tataaran Koya

Surabaya – Pengembangan budaya komunitas dalam kehidupan bermasyarakat dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan kekhasannya. Hal itu dilakukan oleh Matuari (kelompok) Tataaran Koya yang berkembang secara sosial budaya di Surabaya. Seperti pengembangan budaya tarian Maengket.

Ditemui di sela-sela acara HUT ke 42 Matuari Tataaran Koya, Jootje Paoki selaku penasehat dari Matuari Tataaran Koya Surabaya mengatakan, kelompok ini sudah mengalami perkembangan yang sangat baik di tengah-tengah dinamika masyarakat Surabaya dan  sekitarnya. “latar belakang terbentuknya Matuari Tataaran Koya berdiri sudah lama. Bermula pada tanggal 8 februari  1975 dari Rumah Meiske Kaunang, pengembangan Matuari Taataran Koya sudah berlangsung sudah lama. Komunitas Tataaran Koya terdiri dari tiga kampong yakni tataaran 1, Tataaran 2, dan Tataaran 3 Koya yang berasal dari Kecamatan Tondano Selatan. Kebanyakan anggota Taataran Koya terdiri dari anggota aktif TNI Angkatan laut dan Marinir yang berasal dari Manado, Sulawesi Utara. Dengan berbagai pengembangan kegiatan yang ada di antaranya Bakti  Sosial, perkunjungan ke panti asuhan, panti jompo, kunjungan pada orang-orang yang berduka dan pengembangan budaya Minahasa seperti Tarian Maengket dan Cakalele yang merupakan warisan leluhur masyarakat Minahasa” kata Jootje pada hari Sabtu(11/2/2017) di Hotel Oval Surabaya

Jootje Paoki ketua Matuari Tataaran Koya saat memberikan sambutan pada hari Sabtu (11/2/2017) di Hotel Oval Surabaya

Jootje Paoki ketua Matuari Tataaran Koya saat memberikan sambutan pada hari Sabtu (11/2/2017) di Hotel Oval Surabaya

Jootje berkata, jumlah dari keanggotaan dari Tataaran Koya semakin mengembang di Surabaya dan sekitarnya. “pengembangan jumlah anggota yang ada kurang lebih 50 kepala keluarga yang tersebar dari Surabaya dan Sidoarjo serta beragam aktifitasnya,” imbuh Jootje

Jootje berharap, kegiatan dari Matuari Tataaran Koya dapat terus melakukan regenerasi dalam berbagai bidang mulai dari tarian Cakalele dan Maengket. “kita berharap terjadi pengembangan dari budaya Minahasa yakni Tarian Maengket dan Cakalele ke arah yang lebih baik dari generasi ke generasi dengan semangat saling mengasihi, saling  sayang satu dengan yang lain dan berbaikan dengan sesama ,”  harap Pria yang berjemaat di gereja GPIB Genta Kasih Rungkut Surabaya.

Selain Jootje, Nouvry Rondonuwu selaku ketua K3S (Keturunan Keluarga Kawanua Surabaya) Surabaya mengaku senang dengan adanya Matuari Tataaran Koya sebagai salah satu sub etnis masyarakat Minahasa dapat mengayomi masyarakat. “saya sangat senang dengan adanya Tataaran Koya, juga mengapresiasi kelompok ini. Dan kami K3S masih 31 tahun dan Tataaran Koya sudah mencapai usia 42 tahun, ini sudah suatu kebanggan tersendiri bagi masyarakat Kawanua Surabaya serta mampu menciptakan kader-kader muda Minahasa yang tangguh,”kata Nouvry

Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Tataaran Koya memiliki kekhasan tersendiri pada malam itu salah satu diantaranya Tari Maengket. Tari Maengket adalah tarian kebersamaan dan pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa akan hasil bumi yang Tuhan berikan pada musim panen tiba. Selain itu, tarian Maengket memberikan arti semangat gotong royong dan saling menolong satu dengan yang lain sebagai anak manusia.

(pet)