Tari-tarian hegong mengiringi perarakan masuk petugas misa inkulturasi Flores ke gedung gereja Katolik Santa Theresia, Jakarta Pusat pada hari Sabtu lalu(29/4/2017)

Tari-tarian hegong mengiringi perarakan masuk petugas misa inkulturasi Flores ke gedung gereja Katolik Santa Theresia, Jakarta Pusat pada hari Sabtu lalu(29/4/2017)

Jakarta – Kebudayaan Flores, Nusa Tenggara Timur terus dilestarikan oleh masyarakat Flores yang ada di Jakarta. Salah satunya dengan cara menyertakan tarian adat, upacara adat pembukaan pesta, maupun busana adat saat misa inkulturasi Flores yang diadakan di Gereja Katolik Santa Theresia, Jakarta Pusat pada hari Sabtu (29/4/2017) yang lalu.

Misa inkulturasi merupakan misa yang dilakukan oleh umat Katolik dengan kombinasi kebudayaan daerah tertentu tanpa menghilangkan susunan tata peribadatan. Dalam gereja Katolik, terkadang ada misa inkulturasi Jawa dan ada pula misa inkulturasi Flores. Misa Inkulturasi ini dipimpin oleh Pastor Fransiskus Kalen.

Misa inkulturasi yang diadakan di gereja tersebut dibuka dengan tarian Hegong dan musik adat Gong Waning ketika para petugas misa memasuki gereja. Tarian tersebut maksudnya tarian selamat datang. “Tarian yang berasal dari Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur itu biasanya dipakai saat acara penyambutan tamu-tamu negara ataupun pastor dan bisa juga dipakai saat perarakan misa, pernikahan, pengantin masuk” ujar Johni Sito selaku panitia acara misa inkulturasi Flores yang ditemui oleh kabaremansipasi.com seusai acara.

Musik Gong Waning mengiringi Tari-tarian hegong saat perarakan masuk petugas misa inkulturasi Flores ke gedung gereja Katolik Santa Theresia, Jakarta Pusat pada hari Sabtu lalu(29/4/2017)

Musik Gong Waning mengiringi Tari-tarian hegong saat perarakan masuk petugas misa inkulturasi Flores ke gedung gereja Katolik Santa Theresia, Jakarta Pusat pada hari Sabtu lalu(29/4/2017)

Sedangkan, musik adat Gong Waning merupakan alat musik adat dari daerah Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur. Musik adat tersebut selalu mengiringi tarian Hegong. Gong Waning merupakan perpaduan alat musik yang terbuat dari bambu, gong, gendang. “Biasanya di Maumere, Gong Waning dipadu dengan beberapa tarian selamat datang seperti tarian Hegong ini. Gong Waning sendiri masing-masing desa ataupun kecamatan mempunyai cara pukul yang berbeda-beda” ungkap Johni.

Kemudian, setelah dibuka dengan tarian dan perpaduan alat musik tersebut, prosesi perarakan petugas misa dilanjutkan ke dalam gereja. Ketika petugas misa tiba di depan pintu utama gereja terdapat prosesi adat Huler Wair. Huler Wair merupakan prosesi penyambutan orang yang baru pulang dari tanah rantau / menerima keluarga baru yang diucapkan dalam bahasa Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. “Biasanya tetua adat menggunakan ini untuk kita yang akan pergi rantau sebagai ucapan selamat jalan dan jangan lupa tanah kelahiran Maumere” terangnya.

Setelah prosesi itu, dilanjutkan dengan misa. Dalam misa terdapat perarakan persembahan kudus yang diikuti oleh umat dari Ikatan Keluarga Manggarai Flores dengan diiringi oleh tarian dari sanggar Maumere. Mereka mengenakan berbagai macam pakaian adat dari Larantuka, Ende, Bajawa, Maumere.

Setelah misa dilanjutkan dengan acara ramah tamah yang disertai dengan makan-makan dengan menu makanan ala Flores. Di samping itu juga dilakukan dengan dansa ala Flores disertai dengan lagu Gemufamire dari Maumere, ada juga lagu dari Bajawa, lagu Mogi dari Kupang, lalu ada lagu dari Adonara.

Dalam misa tersebut dihadiri oleh anggota-anggota dari ikatan peduli rakyat Sikka, komunitas kula babong, Ikatan Keluarga Manggarai Flores yang ada di Jakarta.

(ric)