Komite Independen Pemantau Pemilu Gelar Diskusi Publik Potret Demokrasi Pemilu
Surabaya – Semarak pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Indonesia segera bergema.di tahun 2018 salah satunya Pemilihan Gubernur (pilgub) Jawa Timur. Begitu juga dengan persiapan Pemilihan Presiden (pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2019. Sosialisasi terus dilakukan di berbagai elemen masyarakat diantaranya yang diadakan oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) melalui kegiatan Diskusi Publik Potret Demokrasi Pemilu dalam Bingkai UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) di gedung serbaguna GMKI cabang Surabaya, jalan Tegalsari 62 Surabaya.
Pada diskusi yang diselenggarakan hari Selasa (2/1/2018) tersebut mencoba untuk menelisik hal-hal yang krusial untuk diperhatikan pada Pemilihan Umum tingkat Gubernur tahun 2018 dan Pemilihan Umum Presiden dan Pemilihan Umum Legislatif tahun 2019.
August Mellaz selaku Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi pada diskusi tersebut mencermati dinamika politik tahun 2018 dan 2019 akan semakin marak dengan beragam hal yang patut dipertanyakan. “akan muncul berbagai macam pertanyaan dalam pesta demokrasi ini apakah tingkat peserta kontestasi itu akan meningkat dan berkesinambungan? Karena ada kecenderungan penurunan daripada konsistensi pemilih yang akan mencoblos di bilik suara sejak tahun 2012. Untuk itu, perlu ada sosialisasi yang baik. Yang kedua, apakah ada peningkatan terkait dengan integritas dan kompetensi dari Panitia Pengawas (Panwas) Kecamatan dan PPK. Maka, perlu diberikan semacam skema khusus dalam pelatihan dan kontrol yang terpadu guna mengurangi kecurangan pemilu.”kata August.
”Ketiga, Indonesia sudah 4 kali mengadakan pemilu dari tahun 1998-2014 dengan baik, dan jika Pemilu yang kelima ini baik,maka Indonesia akan menjadi barometer dunia untuk penyelenggaraan Pemilu yang baik, inilah tantangan yang bakal dihadapi Indonesia secara keseluruhan selain kesuksesan di bidang ekonomi, dan hal-hal yang lain,”kata peneliti muda itu.
August sangat berkeyakinan akan banyaknya pemilih-pemilih muda yang bakal tampil untuk memilih pasangan calon yang tepat. Akan tetapi, mereka mesti diberikan hak-hak politik oleh para pemilik usaha di tempat kerja mereka. “usia pemuda dari umur 17-37 tahun akan mengalami peningkatan yang tajam sekitar 40 persen dari survey yang dilakukan. Untuk itu, mereka harus diberikan peluang dalam memilih oleh para pemilik lapangan pekerjaan sehingga mereka dapat menggunakan hak milik mereka,” tuturnya.
August menyarankan, penggunaan media sosial yang tepat guna dapat menyaring para pemilih muda ini dengan tepat sasaran. “Karena generasi milenial ini adalah generasi yang bebas memilih sesuai dengan kehendak hati mereka. Jadi, mereka yang akan melakukan screening sendiri, maka diperlukan sosialisasi yang baik dengan teknlogi informasi yang harus diperhatikan oleh KPU dan Bawaslu sehingga penjelasannya dapat memberikan manfaat bagi para pemilih mula atau muda,”imbuhnya.
Aang Kunaifi sebagai Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur menelisik ada beberapa hal indeks kerawanan Pemilu di Jawa Timur. “Jawa Timur masih dalam status rawan sedang, dengan memetakan beberapa indeks kerawanan sejak tahun lalu. Indeks kerawanan ini muncul dari penyelenggaraan di periode yang lalu yang diberhentikan secara tidak hormat karena melakukan tindakan pelanggaran. Dimana, kabupaten atau wilayah ini memiliki potensi pelanggaran Pemilu dalam segi profesionalitasnya. Kedua, menelisik partisipasi dari masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam mengikuti Pemilu. Ketiga, Kontestan Pemilu memiliki hubungan kekerabatan dengan penyelenggara,”kata pria yang sebelumnya bertugas sebagai PPK di Surabaya itu
“Saya berharap dengan memetakan masalah ini maka status Jawa Timur dapat menjadi rawan rendah di tahun 2018. Sekaligus memilih pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat dan amanah,”jelas Aang.
Aang sangat berharap agar kerjasama antara KPU dan Bawaslu semakin baik sehingga peenyelenggaraan Pemilu dapat berjalan dengan lancar. “Saling bahu-membahu serta bersinergi dalam membuat penyelenggaraan Pemilu ini dengan baik“,ungkap Koordinator Pencegahan dan Hubungan di Bawaslu Jawa Timur.
Sementara itu, Komisioner Panwaslu Surabaya Novli Bernado Thyssen mengatakan, ”Bawaslu sesuai dengan UU no 7 tahun 2017, dapat memutuskan sebuah perkara dalam pelanggaran administrasi dan bukan rekomendasi. Dan keputusan yang dikeluarkan Bawaslu wajib dilakukan oleh penyelenggara Pemilu (KPU)”kata Novli
Novli berharap, pesta demokrasi ini dapat diawasi oleh semua masyarakat supaya dapat ikut terlibat dalam pesta demokrasi ini. “Masyarakat ikut mengambil bagian dalam proses Pemilu dan rakyat bukan hanya obyek yang diikutsertakan dalam pemungutan suara saja. Untuk itu dibutuhkan banyak pengawas lapangan guna menjaga pesta demokrasi ini. Dengan slogan Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan, itu saya pikir menjadi logo yang mendorong masyarakat dapat mengambil bagian dalam Pemilu,”ujar pria yang ada di Komisi Hukum dan Penindakan Panwaslu Kota Surabaya.
(Pet)