Lestarikan Jajanan Dodol Betawi, Gereja Katolik Santo Servatius Bekasi Gelar Acara Ngaduk Dodol
Kota Bekasi – Dodol Betawi adalah jenis dodol khas suku Betawi. Dodol betawi berwarna hitam kecoklatan dengan variasi rasa yang lebih sedikit daripada dodol dari daerah lain. Guna memperkenalkan dan melestarikan jajanan dodol tersebut, Gereja Katolik Santo Servatius Kampung Sawah Bekasi Jawa Barat menggelar kegiatan Ngaduk Dodol dalam rangkaian acara Sedekah Bumi 2024 pada Sabtu (11/5/2024).
Kegiatan yang dimulai pukul 10.00 WIB tersebut dimulai dengan proses pengayakan tepung untuk bahan baku dodol Betawi yang dilakukan oleh ibu-ibu dari gereja ini. Kemudian, dilanjutkan dengan doa pembukaan dan berkat yang dilakukan oleh Pastor J.B. Clay Pareira, SJ selaku pastor Gereja Katolik Santo Servatius, Bekasi, Jawa Barat.
Proses pembuatan dodol betawi sangat rumit. Ditemui saat acara Ngaduk Dodol, Martinus Napiun selaku budayawan Betawi yang juga umat Paroki Santo Servatius Kampung Sawah Bekasi mengatakan, aroma dan kekenyalan dodol Betawi berbeda dengan yang lain. “Kenyal karena masaknya hingga 8 jam, dodol ini juga bisa awet penyimpanannya selama sebulan” jelasnya.
Pertama-tama wanita menyiapkan bahan-bahan, memarut kelapa yang sudah dikupas oleh pria untuk mendapatkan santan, menumbuk beras ketan untuk membuat tepung kemudian menuangkan semua campuran bahan ke kuali. Ketika dodol mulai kental, barulah digantikan oleh pria (tukang ngaduk). Proses mengaduk (ngaduk) membutuhkan waktu yang lama, antara
8-12 jam tanpa henti dengan menggunakan pengaduk (gelo). Bahan bakar untuk memasak dodol adalah kayu bakar yang harus dijaga agar tidak terlalu panas dan mengeluarkan asap. Api yang terlalu besar akan membuat dodol gosong dan masak tidak rata. Asap dapat menyerap dalam dodol dan membuat rasanya tidak enak.Dodol yang sudah masak dituang di nampan atau tampah untuk didinginkan. Wanita melakukan tugas akhir memotong dodol jadi kecil-kecil dan membungkusnya. Begitu bahan tersedia, para pria bertugas membuat dodol Betawi dan mengaduk adonan. Sedangkan para wanitanya menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan
Bahan baku pembuatan yang terdiri dari beras ketan, beras cere, gula merah, kelapa, guthuk, tepung, gula putih, dan santan harus dimasak di atas tungku dengan kayu bakar selama 8 jam. “Karena waktunya yang lama dan pembuatan yang rumit, pembuatan dodol ini memiliki makna yaitu gotong royong karena ngaduknya bareng-bareng, kepuasan setelah capek berjuang ngaduk dodol” jelasnya.
Martinus menceritakan, dodol Betawi termasuk makanan mahal. “Dodol Betawi ini melambangkan harga diri kenapa bisa begitu? Karena dodol ini disajikan saat Lebaran, pesta perkawinan. Kalau gak bikin dodol ini, gak berasa Lebaran atau pesta perkawinan.” ujarnya. Pembuatan dodol Betawi dilakukan secara bersama-sama ketika mendekati hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Keluarga besar Betawi yang dulunya hidup berdekatan, saling melengkapi bahan dasar pembuatan dodol.
(ric/red)