Pengurus Pusat Pemuda Katolik Meluncurkan Defense Heritage Talk Series: Sejarah Perjuangan Bangsa Menjadi Indonesia

Para pembicara Webinar Defense Heritage yang diadakan oleh Pemuda Katolik
Surabaya – Dalam rangka menyambut Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pemuda Katolik tahun 2025, Pengurus Pusat Pemuda Katolik mengadakan Launching Defense Heritage Talk Series: “Warisan Pertahanan (Defense Heritage): Sejarah Perjuangan Bangsa Menjadi Indonesia” yang menjadi pilot project Defense Heritage Talk Series Bidang Pertahanan Pengurus Pusat Pemuda Katolik pada Sabtu, 12 April 2025 pk.09:00-12:00 WIB via Zoom meeting.

Pembicara dan Peserta Webinar Defense Heritage yang diadakan oleh Pengurus Pusat Pemuda Katolik
Narasumber pertama adalah Yazerlin Nadila Balqis, S.Bns., seorang influencer yang pernah menjadi Ning Surabaya tahun 2022. Narasumber kedua adalah Drs. Wahju Marsudi Wibowo, C.RM, seorang sejarawan Pusjarah TNI, dan narasumber ketiga adalah Dr. Jeanne Francoise, sebagai Ketua Bidang Pertahanan PP (Pengurus Pusat) Pemuda Katolik dan Dosen Tetap Program Studi Hubungan Internasional President University. Bertindak sebagai Moderator adalah Stefanus Poto Elu dan Ignatius Arie Titahelu, keduanya adalah kader Pemuda Katolik Komisariat Daerah Banten.
Dalam kata sambutannya, Ketua Umum PP Pemuda Katolik, Stefanus Asat Gusma, yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal PP Pemuda Katolik, Lorensius Purba, mengatakan bahwa Pemuda Katolik mengapresiasi adanya kegiatan webinar defense heritage ini untuk kembali mengenal sejarah perjuangan bangsa, serta program ini sejalan dengan visi dan misi organisasi Pemuda Katolik yang ingin selalu hadir dalam konteks kebhinekaan dan ke-Indonesia-an. Apalagi di tengah arus globalisasi dan dinamika zaman yang terus berubah, penting bagi kita untuk senantiasa mengingat dan menghidupkan kembali semangat bela negara, jiwa patriotisme, dan ketangguhan bangsa yang menjadi bagian dari identitas dan karakter Indonesia.
Webinar ini merupakan langkah awal untuk memperkenalkan Warisan Pertahanan sebagai platform pengetahuan, diskusi, dan pelestarian nilai-nilai strategis pertahanan nasional, baik dari aspek sejarah, sosial, maupun budaya. Pemua Katolik berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang peluncuran semata, tetapi juga menjadi titik tolak kolaborasi berbagai pihak—akademisi, praktisi, komunitas, dan generasi muda—untuk terus menyuarakan pentingnya ketahanan nasional dalam berbagai bentuk.
Narasumber pertama, Yazerlin Nadila Balqis, mengatakan bahwa anak muda masa kini perlu belajar banyak dari anak muda masa lalu, dalam konteks keberanian, keikhlasan, tepo seliro, sebab dapat dibayangkan kalau pada era perjuangan, anak mudanya hanya mementingkan kelompoknya saja, maka tidak terbentuk kesatuan dan persatuan dalam melawan penjajahan.
Dengan cara yang menyenangkan, Narasumber Yazerlin melaksanakan tur virtual ke tempat-tempat bersejarah di kota Surabaya, seperti misalnya rumah kelahiran Presiden Soekarno, kantor pertama Bung Tomo, dan kosan para pejuang bangsa di Jl. Peneleh, sehingga seolah-olah 115 peserta webinar sedang berada di kota Surabaya. Narasumber Yazerlin berupaya untuk terus melestarikan sejarah bangsa di kota Surabaya dengan kegiatan-kegiatan kolaboratif bertema sejarah dan budaya melalui Paguyuban Cak dan Ning Surabaya.
Sementara itu narasumber kedua, Drs. Wahju Marsudi Wibowo, C.RM, menceritakan pengalaman menariknya sebagai sejarawan Pusjarah TNI yang setiap harinya bertugas menjelaskan sejarah kepada anak-anak muda di Museum Satria Mandala, Jakarta. Narasumber Wahju mengatakan bahwa tantangan masa kini adalah mengubah narasi sejarah menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
Wahju menjelaskan pula akan kekagumannya terhadap peran para tokoh katolik dalam merajut kebhinekaan dan ke-Indonesia-an tanpa pandang bulu, di antaranya adalah Ignatius Joseph Kasimo, Uskup Agung Albertus Soegijapranata, dan Agustinus Adisutjipto, yang dengan caranya dan momen-nya masing-masing melaksanakan bela negara, walaupun pada masa itu belum ada regulasi bela negara. Narasumber Wahju juga mengingatkan bahwa nilai-nilai perjuangan tersebut bersifat abadi dalam memerangi musuh masa kini, antara lain kebodohan, intoleransi, dan korupsi.
Narasumber ketiga sekaligus inisiator acara ini, Dr. Jeanne Francoise, mengatakan bahwa defense heritage sangat berbeda dengan cultural heritage. Defense heritage berfokus pada narasi sejarah perjuangan bangsa dalam melawan kolonialisme/penjajahan, meraih kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan. Itulah sebabnya, setiap negara berhak mendefinisikan dan memberikan kurun waktu periode defense heritage masing-masing, sebab momen perjuangan setiap bangsa, tidaklah sama. Sebagai contoh untuk Indonesia, periode yang ditawarkan dalam disertasi Dr. Jeanne adalah 1511 – 1949. Selain itu, Jeanne juga ingin mengembangkan ide defense heritage dapat menjadi game bersejarah seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Inggris melalui video game World Wars.
Jeanne juga mengatakan bahwa ada harapan ide utama dari webinar ini, yakni narasi sejarah perjuangan bangsa dapat menjadi program nasional yang dapat diimplementasikan di komisariat cabang dan komisariat daerah, sehingga para kader pemuda katolik dapat lebih mengenal jati diri sebagai orang Indonesia dan memahami sejarah perjuangan bangsa dalam proses Menjadi Indonesia (Becoming Indonesia).
Jeanne menambahkan, program nasional yang ditawarkan antara lain berupa wisata warisan pertahanan (defense heritage tourism) di masing-masing kota, yakni kunjungan ke tempat-tempat bersejarah yang memiliki narasi warisan pertahanan (defense heritage). Kegiatan jalan-jalan bersejarah tersebut juga dapat dimasukkan di dalam rundown setiap kegiatan Muskomcab, Muskomda, Rakerda, dan dapat dikolaborasikan dengan dinas kementerian terkait dan organisasi kepemudaan lainnya.
Berdasarkan wawancara RRI, Defense Heritage ini adalah merupakan hasil karya Disertasi Dr. Jeanne Francoise yang menjadikannya doktor perempuan pertama dari Universitas Pertahanan RI. Melalui disertasinya, Dr. Jeanne berupaya menyadarkan kepada generasi muda bahwa kemerdekaan Indonesia tidaklah diraih dengan bermalas-malasan atau rebahan saja, namun penuh perjuangan dan bersifat lintas-agama dan lintas-suku.
Webinar ini dihadiri oleh 115 peserta. Mayoritas peserta berasal dari kader Pemuda Katolik seluruh provinsi dan mahasiswa program studi hubungan internasional President University, serta publik/umum.
(jff/ric)
Leave a Reply